Kamis, 28 November 2013

Sehari, Walang ngemis bisa dapat Rp 200 ribu, kadang Rp 1 juta


Tekad Walang bin Kliwon (54) untuk menjadi seorang Haji ternyata memang besar. Sebelum menjadi pengemis berpenghasilan fantastis di ibu kota, Walang pernah menjadi tukang becak selama 20 tahun dan jadi kuli panggul di kampung halamannya dan di Subang, Jawa Barat.

"Saya pernah narik becak dari tahun 1985 sampai 2005, pernah juga jadi kuli panggul. Alhamdulillah bisa ngumpul duit sebanyak 5 juta," kata Walang yang ditemui di Panti Sosial Bina Insan (PSBI) Bangun Daya II, Cipayung, Jakarta Timur, Kamis (28/11).

Walang menambahkan, uang hasil kerja kerasnya itu selalu dia tabungkan ke orang kepercayaannya, Haji Nanang. Sedikit demi sedikit uang itu mencapai  5 juta rupiah.

"Kalau udah selesai narik becak, saya kasih istri buat makan keluarga sisanya saya celengin, saya tabung ke Haji Nanang," katanya.

Di tahun 2005, Walang berhenti jadi tukang becak banting setir jadi petani kacang di Subang. Sambil bertani, pada tahun 2010, dia mulai berternak kambing dan sapi yang dijualnya setiap musim Lebaran Haji tiba.

"Tabungan saya kan nambah banyak, akhirnya saya ternak sapi sama kambing, dari situ untungnya bisa paling banyak Rp 1 juta paling dikit Rp 200 ribu. Akhirnya kekumpul Rp 21 juta," jelasnya.

Sebagai wujud keseriusannya berhaji, Walang sudah mendaftar dengan biaya Rp 15 juta. Dia diperkirakan bakal berangkat 2019.

Ayah dua anak ini lantas bercerita soal perjalanannya menuju ibu kota. Sekitar enam bulan lalu, dirinya mengajak saudaranya, Sa'aran (70), untuk mengadu nasib di Jakarta. Keduanya berangkat dari kampung halaman naik kereta api sampai Stasiun Lemah Abang, Bekasi. Dari stasiun ini, keduanya memulai profesi sebagai pengemis.

"Saya beli gerobak sama orang, saya pelajarin kok ngemis kayaknya gampang. Akhirnya saya ngemis," jelasnya.

Sambil mendorong gerobak yang dinaiki Sa'aran, Walang meminta-minta di setiap rumah makan. Selama enam bulan mengemis, hampir seluruh wilayah di Jakarta pernah mereka singgahi. Jika lelah atau langit mulai gelap, keduanya mencari tempat untuk tidur.

"Kalau di masjid nggak boleh, saya tidur di emper toko, terus berangkat lagi jam 4 subuh, ke pasar ke kompleks perumahan" ucapnya.

Agar warga makin iba, Sa'aran dibuat berpura-pura tak bisa jalan. Dari profesinya sebagai pengemis, Walang mendapat Rp 100.000 hingga Rp 200.000. Kecuali pada Hari Raya Idul Fitri lalu, Walang dan Sa'aran meraup Rp 1 juta.

"Sebagian besar uang hasil mengemis diserahkan kepada keluarga di kampung untuk nafkah dan mencicil naik haji, sementara sisanya digunakan untuk makan sehari-hari, sama bagi dua sama teman saya," tandasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar